Kekurangan Sistem Kontrak Lumpsum untuk Pembiayaan PJU



Saat ini, kontrak PLN dengan Pemda dalam penyediaan tenaga listrik untuk penerangan jalan umum masih dominan menggunakan sistem kontrak lumpsum. Dengan sistem ini perhitungan biaya listrik didasarkan atas asumsi pemakaian tertentu (tidak mempertimbangkan kondisi di lapangan apakah lampu jalan dalam kondisi menyala atau mati) dan klasifikasi kelas daya tertentu yang umumnya jauh lebih besar nilainya dibandiingkan pemakaian sesungguhnya.

PLN menetapkan klasifikasi daya lampu dalam beberapa kelas untuk jenis teknologi lampu pijar dan lampu pelepas gas sebagai berikut: 

1. Klasifikasi daya untuk lampu pijar: 
  • 25 - 50 watt per titik lampu 
  • 51 - 100 watt per titik lampu, 
  • 101 - 200 watt per titik lampu, 
  • 201 - 300 watt per titik lampu, 
  • 301 - 400 watt per titik lampu, 
  • 401 - 500 watt per titik lampu, 
  • 501 - 600 watt per titik lampu, 
  • 601 - 700 watt per titik lampu, 
  • 701 - 800 watt per titik lampu, 
  • 801 - 900 watt per titik lampu,
  • 901 - 1000 watt per titik lampu. 
2. Klasifikasi daya untuk lampu pelepas gas (termasuk TL-neon): 
  • 10 - 50 watt per titik lampu 
  • 51 - 100 watt per titik lampu, 
  • 101 - 250 watt per titik lampu, 
  • > 500 watt per titik lampu, 

Catatan : 2 buah lampu neon @ 40 watt dipasang dalam paralel dalam satu armature dianggap sebagai satu titik lampu 80 watt. 

Untuk penentuan daya yang digunakan dalam penghitungan biaya tenaga listrik terpakai, PLN menggunakan acuan sebagai berikut: 
Daya untuk lampu pijar digunakan daya terbesar di klas-nya. 
Daya untuk lampu pelepas gas digunakan 2x daya terbesar di klasnya. 

Dan sebagai standar jam operasi per titik lampu digunakan asumsi 375 jam per bulan. 
Dengan demikian, formula biaya tenaga listrik yang harus dibayarkan oleh Pemda adalah sebagai berikut: 


Biaya Tenaga Listrik PJU tidak bermeter = Daya lampu x 375 jam x Tarif Dasar Listrik 

Jika tidak dipasang meteran, berdasarkan rumus diatas maka tidak peduli lampu PJU menyala selama 24 jam atau mati sama sekali akan dianggap mengkonsumsi listrik yang sama. Bahkan untuk lampu pelepas gas yang umum dipakai besarnya daya lampu ditetapkan dua kali dari daya terbesar dalam klasifikasi daya lampu yang berarti dua kali (bahkan lebih) dari daya lampu sesungguhnya. Formula ini menyebabkan biaya yang harus dibayarkan oleh Pemda untuk tagihan listrik PJU jauh lebih besar dari konsumsi listrik sesungguhnya.

Kekurangan Sistem Kontrak Lump Sum untuk Pembiayaan PJU


Itulah salah satu kelemahan terbesar dari sistem kontrak lump-sum untuk pembiayaan PJU, dimana jumlah pembayaran tagihan listrik untuk penerangan jalan umum yang harus dibayarkan oleh Pemda, kebanyakan tidak sesuai dengan penggunaan daya listrik nyata yang ada di lapangan.

Oleh karena itu, penggunaan meteran atau meterisasi sangat dianjurkan. Karena dengan menggunakan meteran, maka biaya yang harus dikeluarkan oleh Pemda akan sesuai dengan banyaknya daya listrik yang digunakan oleh lampu penerangan jalan umum. Namun, hal ini pun tidak semudah yang diinginkan, karena untuk bisa menjalankan program ini, dibutuhkan dana awal yang tidak sedikit untuk pengadaan meteran.

Selain itu, salah satu yang seringkali menjadi kendala adalah masalah PJU Ilegal. Untuk memudahkan proses meterisasi, sebagai bentuk tanggung jawab pengelolaan PJU dan pemberian layanan kepada masyarakat, sebaiknya Pemda mengambil inisiatif mengakui PJU Ilegal sebagai tanggung jawab Pemda. Dasar argumentasinya adalah bahwa masyarakat sudah membayar Pajak PJU dan membutuhkan layanan PJU, namun Pemda belum menyediakannya sehingga masyarakat mengusahakan sendiri secara ilegal.


Custom Search

0 Response to "Kekurangan Sistem Kontrak Lumpsum untuk Pembiayaan PJU"

Posting Komentar

Terima kasih dan semoga bermanfaat. Silahkan tinggalkan komentar

Back to top

Cek Tagihan Listrik